Senin, 20 Juni 2011

PERBEDAAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL

Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa kita bayangkan bagaimana kita sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang, memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Saat ini banyak orang memperbincangkan tentang perbankan syariah, yang merupakan salah satu perangkat ekonomi syariah. Sebenarnya apa definisi dari Bank syariah itu? Bagaimana cara kerja Bank Syariah? Dan apa bedanya Bank Syariah dengan Bank Umum yang banyak berkembang di masyarakat saat ini atau yang sering disebut juga dengan Bank Konvensional? Disini akan dibahas sekilas satu per satu tentang perbankan syariah.

Bank di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992 Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem perbankan syariah ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dll), dimana hal ini tidak dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Di Indonesia perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia, dan hingga tahun 2007 sudah terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank, diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. Keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah di atur dalam UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Sementara itu, Bank Konvensional adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional.

Pertama – tama akan kita bahas tentang persamaan dari kedua bank tersebut, yakni ada persamaan dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua kegiatan yang dijalankan pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang dijalankan pada Bank Konvensional, dan nyaris tidak ada bedanya.

Selanjutnya, mengenai perbedaannya, antara lain meliputi aspek akad dan legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Yang pertama tentang akad dan legalitas, yang merupakan kunci utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. “innamal a’malu bin niat”, sesungguhnya setiap amalan itu bergantung dari niatnya. Dan dalam hal ini bergantung dari aqadnya. Perbedaannya untuk aqad-aqad yang berlangsung pada bank syariah ini hanya aqad yang halal, seperti bagi hasil, jual beli atau sewa – menyewa. Tidak ada unsur riba’ dalam bank syariah ini, justru menerapkan sistem bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi riil.

Perbedaan selanjutnya yaitu dalam hal struktur organisasi bank. Dalam bank syariah ada keharusan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam struktur organisasinya. DPS ini bertugas untuk mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dengan dewan komisaris. DPS ini ditetapkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setiap tahunnya. Semenjak tahun 1997, seiring dengan pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia, dan demi menjaga agar para DPS di setiap bank benar-benar tetap konsisten pada garis-garis syariah, maka MUI membentuk sebuah lembaga otonom untuk lebih fokus pada ekonomi syariah dengan membentuk Dewan Syariah Nasional.

Penanganan resiko usaha, Bank Syariah menghadapi resiko yang terjadi secara bersama antara bank dan nasabah. Dalam sistem Bank Syariah, tidak mengenal negative spread (selisih negatif). Sedangkan pada Bank Konvensional, resiko yang dialami bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur dan sebaliknya. Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi negative spread (selisih negatif) dalam sistem Bank Konvensional.

Kemudian perbedaan lainnya adalah pada lingkungan kerja Bank Syariah. Sekali-sekali cobalah kunjungi Bank Syariah, pasti ketika kita memasuki kantor bank tersebut ada nuansa tersendiri. Nuansa yang diciptakan untuk lebih bernuansa islami. Mulai dari cara berpakaian, beretika dan bertingkahlaku dari para karyawannya. Nuansa yang dirasakan memang berbeda, lebih sejuk dan lebih islami.

Perbedaan utama yang paling mencolok antara Bank Syariah dan Bank Konvensional yakni pembagian keuntungan. Bank Konvensional sepenuhnya menerapkan sistem bunga atau riba. Hal ini karena kontrak yang dilakukan bank sebagai mediator penabung dengan peminjam dilakukan dengan penetapan bunga. Karena nasabah telah mempercayakan dananya, maka bank harus menjamin pengembalian pokok beserta bunganya. Selanjutnya keuntungan bank adalah selisih bunga antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman. Jadi para penabung mendapatkan keuntungan dari bunga tanpa keterlibatan langsung dalam usaha. Demikian juga pihak bank tak ikut merasakan untung rugi usaha tersebut.

Hal yang sama tak berlaku di Bank Syariah. Dana masyarakat yang disimpan di bank disalurkan kepada para peminjam untuk mendapatkan keuntungan Hasil keuntungan akan dibagi antara pihak penabung dan pihak bank sesuai perjanjian yang disepakati. Namun bagi hasil yang dimaksud adalah bukan membagi keuntungan atau kerugian atas pemanfaatan dana tersebut. Keuntungan dan kerugian dana nasabah yang dioperasikan sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab dari bank. Penabung tak memperoleh imbalan dan tak bertanggung jawab jika terjadi kerugian. Bukan berarti penabung gigit jari tapi mereka mendapat bonus sesuai kesepakatan.

Dari perbandingan itu terlihat bahwa dengan sistem riba pada Bank Konvensional penabung akan menerima bunga sebesar ketentuan bank. Namun pembagian bunga tak terkait dengan pendapatan bank itu sendiri. Sehingga berapapun pendapatan bank, nasabah hanya mendapatkan keuntungan sebesar bunga yang dijanjikan saja. Sekilas perbedaan itu memperlihatkan di Bank Syariah nasabah mendapatkan keuntungan bagi hasil yang jumlahnya tergantung pendapatan bank. Jika pendapatan Bank Syariah naik maka makin besar pula jumlah bagi hasil yang didapat nasabah. Ketentuan ini juga berlaku jika bank mendapatkan keuntungan sedikit.

sumber : http://shellyhuzaynah.wordpress.com/2009/04/02/artikel-ekonomi-perbankan-syariah/
Label:

COST OF FUND

Manajemen Dana Bank

Tersedia 2 jenis dana, yaitu loanable dan unloanable fund. Loanable fund terdiri atas legal reserve requirement yang ditentukan oleh otoritas moneter (BI), jumlah kas yang harus tersedia bila nasabah mengadakan penarikan dana, working capital, dan cadangan operasional lainnya.

Sedangkan loanable fund terdiri dari idle dan operable fund. Idle merupakan dana yang masih menganggur atau belum dialokasikan, sedangkan operable adalah dana yang telah dialokasikan, misalnya dalam bentuk kredit kepada debitur. Pengelompokan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung Cost of Fund yang dikeluarkan bank, dan untuk menentukan interest spread (bunga pinjaman yang diinginkan).

Komponen untuk menentukan bunga pinjaman bank yang diinginkan di antaranya :

# total biaya dana

# laba yang diinginkan

# cadangan resiko kredit macet

# biaya kredit

# pajak

Perhitungan penentuan biaya dana secara umum terdiri dari 4 :

# COF (Cost of Mixed Fund)

(biaya bunga/total dana masyarakat)*100%

# COM (Cost of Money)

(biaya bunga+biaya operasional):total dana masyarakat*100%

# COL (Cost of Loanable Fund)

biaya bunga/(total dana masyarakat-unloanable fund)*100%

# COP (Cost of Operable Fund)

(biaya bunga+biaya operasional lainnya):total aktiva produktif*100%

· nilai COF lebih rendah dari yang lain, karena hanya memperhitungkan beban bunga saja.

· COM mempunyai nilai yang lebih besar karena membebankan biaya overhead kepada nasabah yang meminta kredit.

· COL dan COP memperhitungkan penggunaan dananya, sehingga nilainya lebih tinggi dibandingkan COF dan COM.

Cost of Fund akan berpengaruh kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang menentukan tingkat resiko dan kesehatan bank. Semakin tinggi CAR (minimal 8%), semakin sehat bank tersebut. Tapi jika CAR terlalu tinggi, bisa berarti Bank tersebut mengalokasikan dananya kepada yang tidak beresiko, misalnya SBI, obligasi pemerintah, dan lain-lain. CAR dihitung dengan formula : modal/ATMR.

Untuk memperbesar CAR, dapat dengan memperbesar modal dan mengurangi tingkat resiko, diatur dalam Basel II.

Sumber: http://pandamlucuabis.wordpress.com/2009/02/23/perbankan/

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

Ternyata mengetahui seluk-beluk tetang bank itu adalah satu hal yang sangat mengasyik. Pada Senin, 02/02/2009 bertemuan dengan seorang dosen yang mengajarkan mata kuliah “ Bank dan Lembaga Keuangan”. Pada pertemuan kami diajarkan tentang, apa sebenarnya yang dimaksud bank? Dan juga Apa tujuan dan fungsi bank itu sendiri?

Sekilas menjelas yang dimaksud dengan bank bahasa Italinya adalah “Banco” yang berarti bangku. Tapi menurut UU no. 10 tahun 1998 bank itu adalah badan usah yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk- benuk dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.

Dan didalam pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa bank memiliki analogi ibarat tangan kanan dan tangan kiri. Tangan kanan bekerja sebagai source of fund, dan tangan kirinya mencari keuntungan. Dan tangan kanan berperan sebagai penghimpun dana yaitu dengan 3 kompenen yaitu:

1. Tabungan adalah sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjaga-jaga dalam jangka pendek. Faktor-faktor tingkat Tabungan

1) Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat

2) Tinggi rendahnya suku bunga bank

3) adanya tingkat kepercayaan terhadap bank

2. Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir merupakan kebalikan dari sistem cek. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka. Perbedaan tersebut termasuk jenis perbedaan sistem ‘dorong dan tarik’ (push and pull). Yang dimaksud dari tarik adalah suatu cek, sedangkan dorong adalah pembayar yang memerintah bank untuk mengirim dana kepada ke penerima.

3. Deposito adalah sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Deposito biasanya memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya tidak boleh ditarik nasabah. Bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa.

Dengan dana yang terkumpul, bank harus memanfaatkan kas yang menganggur tersebut. Melalui tangan kiri bank melakukan pinjaman secara kredit kepada masyarakat dan juga melakukan hal yang lainnya. Maka uang aknan berputar secara baik tanpa adanya kecurangan terhadap tangan yang tidak bertanggung jawab.

Perbankan juga berhubungan erat dengan 2 kebijakan yaitu : Kebijakan fiscal dan Kebijakan moneter.

Disamping tangan kiri dan tangan kanan bank juga memiliki fungsi. Dan fungsi tersebut meliputi :

1. Lembaga keuangan ; badan usaha yang dalam bentuk asset keuangan (financial asset).

2. Pencipta uang ; mencipta uang kartal dan menyebar uang giral.

3. Pengumpul dana dan menyalurkan kepada masyarakat ; mengumpulkan dana pada SU dan menyalurkan kepada DU.

4. Pelaksanaan lalu lintas pembayaran ; bank menjadi penyelesai pembayaran transaksi komersial.

5. Stabilisator moneter ; bank mempunyai kewajiban ikut serta dalam menstabilkan nilai tukar uang , nilai kurs atau harga-harga barang yang relative stabil atau tetap, baik secara langsung atau secara GWM (Giro Wajib Minimum).

6. Dinamisator pertumbuhan perekonomian ; bank yang merupakan sumber dana, pelaksanaa lalu lintas pembayaran, memproduktifkan tabungan, dan pendorong kemajuan pedagangan nasional dan internasional.

Disamping memiliki fungsi dan bank memiliki asas dan tujuan yaitu :

Ø Asas dari bank itu perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegitan usaha berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati –hatian.

Ø Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak.

Bank juga memiliki jenis berdasarkan cara masing dalam posisi bank, maka dalam jenis ini dapat diklasifikasikan. Jenis-jenis bentuk bank berdasarkan jenis meliputi : Bank Umum dan Bank Pemilikan Rakyat.

Bentuk Bank Berdasarkan kepemilikan meliputi : Bank milik pemerintah / Pemerintah Daerah,Bank milik swasta nasional, Bank milik koperasi, Bank milik asing,dan Bank milik campura.

Bentuk bank bedasarkan hokum meliputi : Perusahaan daerah, Perseroan, Perseroan terbatas, dan Koperasi

Bentuk bank berdasarkan kegiatan usaha / status meliputi : Devisa dan Non devisa

Bentuk bank berdasarkan system penentuan harga meliputi : Konvensional dan Syariah

Bank sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan duni perbankan dan dunia keuangan disuatu negara . Tujuan utama sebagai bank sentral adalah mencapai dan memilihara kestabilan nilai rupiah dengan menetapakan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system devisa serta menagtur dan mengawasi bank.

Fungi BI selain Bank Sentral adalah sebagai berikut :

ü Bank sirkulasi ; mengatur peredaran keuangan suatu Negara

ü Bank to bank ; mengatur perbankan disuatu Negara

ü Lender Of The Last resort sebagai tempat peminjaman yang terakhir.

Banyak hal yang telah dibahas dalam pertemuan pertama tidak hanya bank tetapi juga tentang kliring. Dan setelah pembahasan tentang perbankan ada sedikitnya pembahasan tentang kliring. Dan yang dimasud dengan kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktifitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.

Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.

Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya.

Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin resiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.

sumber:http://cwebasket.wordpress.com/2009/02/23/213/#more-213
Label:

BMPK

Batas Minimun Pemberian Kredit

Berdasarkan paket kebijakan perbankan tanggal 15 April 2008 mengatur batas-batas kredit yang diberikan kepada para debitur dari suatu bank, yaitu:

1. Debitur terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan 10 %/debitur

2. Debitur yang tidak terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan 20 %/debitur

3. Kelompok debitur yang tidak terkait dengan bank memperoleh kredit dengan batasan sekitar 25 %

4. Perusahaan yang dimiliki publik memperoleh kredit dengan batasan sampai 30 %

Kredit sebesar 30% tersebut hanya diberikan untuk kegiatan usaha tertentu yang dapat mendukung perkembangan pasar modal dan membantu pembangunan yang dibiayai oleh APBN dan APBD.

Ada beberapa persyaratan untuk pemberian kredit 30 % bagi perusahaan publik yang dapat dilihat di peraturan Bank Indonesia


Sumber : http://ditablue90.wordpress.com/2009/03/30/bmpk/

JASA - JASA PERBANKAN

Jasa-jasa yang diberikan Perbankan menurut Wikipedia antara lain adalah sebagai berikut:

1. Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
2. Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
3. Jasa pengiriman uang ( transfer )
4. Jasa penagihan ( inkaso )
5. Kliring
6. Penjualan mata uang asing
7. Penyimpanan dokumen
8. Jasa cek wisata
9. Kartu kredit
10. Jasa – jasa yang ada di pasar modal seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.
11. Jasa Letter of Credit ( L/C)
12. Bank garansi dan referensi bank
13. Jasa bank lainnya.

Sedangkan menurut saya sebagai seorang mahasiswa jasa-jasa yang diberikan oleh Bank yang paling utama selain untuk tempat menabung juga untuk pembayaran uang kuliah, karena kampus saya sudah bekerja sama oleh salah satu bank dalam melakukan pembayaran biaya kuliah, selain itu jasa bank yang saya rasakan adalah Jasa pengiriman uang (transfer) karena bank saya sudah termasuk dalam salah satu bank “ATM bersama” itu memudahkan saya dalam melakukan pengiriman uang ke teman atau rekan bisnis yang memiliki tabungan lain, atm bersama ini juga sering saya gunakan untuk Penarikan uang tunai jika apabila disuatu tempat saya sedang membutuhkan uang tetapi ATM bank saya gunakan tidak ada jadi saya bisa mengambil di ATM bank lain yang juga termasuk salah satu bank ATM Bersama, jasa bank lainnya yang saya pernah rasakan adalah jasa pembayaran uang listrik dan telepon.

Jasa–jasa ini diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bank

MASALAH PERBANKAN

Kasus Bank Century

Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik nan panas.

Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana segar tersebut.

Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia.

Tapi ternyata yang merebak belakangan adalah konflik horizontal antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono yang terpilih sebagai Wakil Presiden RI periode 2009-2014.

Jusuf Kalla yang merasa dirinya hendak dibenamkan dalam kasus ini langsung bereaksi. Dia segera mengoreksi tanggal audiensi antara dirinya dengan Sri Mulyani dan Boediono.

Sebelumnya Sri Mulyani mengaku melaporkan kasus Bank Century ke Wapres Jusuf Kalla tanggal 22 November atau sehari sebelum LPS mengeluarkan dana pertama sebesar RP. 2,7 triliun lebih. Tapi menurut JK, Menkeu baru menghadap kepadanya (berhubung Presiden SBY masih berada di AS) tanggal 25 November 2009.

“Jadi, seolah-olah saya tahu pengucuran dana itu. Padahal, saya tidak tahu sama sekali,” papar Wapres dalam sebuah jumpa pers yang dilengkapi dengan kronologi lengkap kasus Bank Century (KOMPAS, 1/9).

Selain itu, JK juga memaparkan bahwa Boediono tidak berani melaporkan pendiri Bank Century Robert Tantular yang jelas-jelas menipu banknya sendiri senilai Rp. 1,4 triliun ke pihak kepolisian.

Karena Bank Indonesia tidak berani berbuat apa-apa dengan alasan tidak ada landasan hukum, akhirnya Jusuf Kalla berinisiatif menginstruksikan kapolri menangkap Robert Tantular.

Langkah JK ini bisa ditanggapi dengan pikiran positif dan negatif.

Bagi yang berpikiran positif, apa yang dilakukan oleh JK adalah langkah yang tepat dalam rangka mendudukkan setiap perkara pada porsi yang sebenar-benarnya. Termasuk soal aspek kriminal dan langkah pemerintah yang dinilai tidak tegas dalam menangani kejahatan berkerah putih yang selalu berulang dari zaman Edi Tansil hingga era Robert Tanular dengan nilai kerugian yang fantastik hingga triliunan rupiah.

Tapi langkah JK ini juga bisa dianggap sebagai upaya penggembosan terhadap pemerintah terpilih. JK dinilai sedang berusaha mencitrakan sosok seorang Boediono sebagai pemimpin yang tidak tegas.

Bila ini berkembang terus tanpa kendali politis dari partai penguasa dan pemenang pemilu, tidak mustahil citra pemerintahan SBY-Boediono langsung merosot bahkan sebelum mereka berdua dilantik Oktober nanti.

Tapi apapun penilaian orang terhadap pernyataan-pernyata an keras JK seputar kasus Bank Century, saya sepakat 1000% dengan ucapkan JK berikut :

“Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,” ujarnya.

Menurut sumber LPS menyatakan bahwa semua besaran dana yang disuntikkan ke Bank Century hingga Juli 2009 sebesar Rp 6,76 triliun, adalah berdasar penilaian BI. Padahal, dana suntikan yang diketahui DPR hanya Rp 1,3 triliun, apalagi ternyata dana yang disuntikkan dinilai terlalu besar dengan aset yang dimiliki Bank Century. Aset yang dimiliki Bank Century hanya mencapai Rp 2 triliun.

Dana talangan tersebut didasari kekhawatiran akan dampak lanjutan atas kegagalan Bank Century. Alasan ini juga dikemukakan oleh Sri Mulyani yang bertindak sebagai Ketua Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK).

Suntikan modal sebesar Rp 6,76 triliun dinilai LPS sudah final. Ke depan, kemungkinan besar tidak ada lagi penambahan modal dari LPS untuk Bank Century.

Berdasarkan Undang-Undang LPS, LPS diharuskan menjual semua saham bank yang diselamatkan paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing satu tahun sehingga keseluruhan menjadi lima tahun. Nilai recovery atau pengembalian dari Bank Century kepada LPS sangat mungkin mencapai Rp. 6,76 triliun, bahkan bisa lebih dari itu.

Hal itu karena sebagian besar modal yang telah disuntikkan bukanlah uang yang hilang begitu saja, melainkan masih dalam bentuk aset berupa cadangan atau aktiva produktif yang telah dihapus buku, yang di kemudian hari bisa dijual.

Saat ini, menurut Firdaus, LPS memiliki cadangan senilai Rp 2,2 triliun dalam bentuk Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank Indonesia, yang sangat likuid. Selain itu, LPS juga memiliki sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca, tetapi memiliki nilai recovery. Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan dan aset-aset jaminan dari kredit yang macet.

Belum bisa diketahui berapa besar nilai recovery yang bisa diupayakan dari aset-aset kotor tersebut.

Pertanyaan besarnya ?, kalau saja LPS sudah memprediksikan akan kembali menjual asset Bank Century 3 – 5 tahun ke depan dengan nilai minimal 6,7 trilliun, berdasarkan pengalaman BLBI yang malah sudah ditangani lembaga BPPN alilh-alih semua aset itu bisa dijual malah mengalami penurunan nilai likuiditas.

Siapa yang akan menjamin sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca dapat memiliki nilai recovery lima tahun kemudian ?. karena wilayah ini tidak lagi dijangkau pengawasan publik.

Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan karena aset-aset jaminan dari kredit yang macet, nah…, siapa yang berani menjamin aset-aset kotor ini bisa bernilai recovery juga selama lima tahun ke depan ?. bagaimana cara menyelematkan dana kredit macet ini yang disinyalir hanya kredit fiktif ?.

Alasan penyuntikan dana LPS adalah untuk menghindari kolapsnya beberapa bank terkait menjadi perlu dipertanyakan karena kisruh bank century ini hanya menguntungkan nasabah korporasi di Bank Century yang mencapai 60 persen dari total dana pihak ketiga.

Untuk melindungi segelintir kelompok ini negara atau rakyat harus kembali dirugikan trilliunan rupiah.

Menurut Sri Mulyani Menteri Keuangan plus PLT Menko Perekonomian bersama Boediono yang kala itu menjabat Gubernur BI, demikian pula pendapat pejabat sementara Gubernur BI Darmin Nasution bahwa scenario ini sah sesuai prosedur dan landasan hukum dan perundang-undangan.

Inilah kelemahan hukum positif yang dibuat yang tidak mengacu pada visi pembangunan ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan, artinya mengapa perundangan itu perlu dipake kalau dikemudian hari malah merugikan negara dan rakyat sendiri.

Seperti itulah yang terjadi pada kasus BLBI dengan kucuran dana 600 trilliun pada tahun 1998 yang sampai saat ini tidak jelas juntrungannya.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani mengatakan, pihaknya terus menyelidiki aset pemilik lama PT Bank Century Tbk, yang dinyatakan sebagai bank gagal tahun lalu. Kabar terbaru, diduga aset pemilik lama PT Bank Century Tbk tersimpan di Hongkong dalam jumlah besar. “Nilainya, mencapai 1 juta dollar AS,” ujar Firdaus kepada para wartawan dalam jumpa pers, Minggu (30/8) di Jakarta.

Direktur Pengawasan Bank Indonesia Heru Kristyana seusai jumpa pers di kantor BI, Jakarta, Senin (31/8) menjelaskan, hitungan suntikan dana yang diperlukan Century terus membengkak karena dari waktu ke waktu bank sentral menemukan beragam catatan fiktif dalam pembukuan. Di samping itu, sebelum diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), manajemen Bank Century yang lama kurang transparan dalam membeberkan pembukuan. “Sebelumnya kami tidak tahu karena dulu masih ditutupi pegawainya. Setelah manajemen diganti, barulah mereka jauh lebih transparan,” ungkap Heru.

Salah satunya ialah transfer dana sebesar 18 juta dollar AS yang dilakukan Dewi Tantular tanpa seizin pemiliknya, dan Letter of Credit (L/C) fiktif senilai lebih besar dari 100 juta dollar AS. “Ada juga kredit fiktif yang kami temukan,” ujarnya.

Direktur Pengawasan BI Budi Armanto menyebutkan, faktor lain yang membuat suntikan dana talangan melonjak ialah konservatisme penghitungan. Beragam surat berharga milik Bank Century, terutama yang tidak mendapat peringkat lembaga pemeringkat, meski dijamin dengan uang tunai, dinyatakan sebagai kredit macet. “Berarti pencadangan yang disediakan Bank Century bertambah, dan modalnya tergerus,” cetusnya.

Begitu modal tergerus, rasio kecukupan modal Bank Century otomatis berkurang. Akhirnya, bertambahlah dana talangan yang diperlukan untuk mencapai batas minimal 8 persen yang disyaratkan bank sentral.

Artinya dana Bank Century selama ini telah dilarikan keluar negeri oleh para pemiliknya bersama korporasinya di mana salah satu korporasinya dimiliki grup perusahaan PT. Sampeorna. Ibaratnya LPS muncul sebagai pahlawan kesiangan belaka.

Tentu kasus pelarian dana ini akan menguntungkan para pejabat tinggi terkait yang sebelumnya sudah mendapat fulus dan komisi dalam proses penyuntikan dana.

Sekali lagi demikian inilah yang terjadi persis sama dengan kasus BLBI.

Anggota Komisi XI DPR Drajat H Wibowo menilai wajar atas timbulnya kontroversi dan saling lepas tanggung jawab terkait proses penyelematan bank Century. Menurutnya, setiap proses penyelamatan bank pasti menimbulkan kontroversi. “Ini klasik, semua pihak jadi saling lempar” ujarnya ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan LPS bahwa besar dana yang disuntikkan ke Century berdasar persetujuan BI, Jakarta, Senin (31/8).

Dia menjelaskan sebenarnya BI hanya melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penilaian atas kondisi likuiditas bank Century. Berdasarkan hasil pemeriksaan inilah, BI menilai Bank Century sebagai Bank gagal dan merekomendasikan untuk diselamatkan.

Namun, semua keputusan untuk penyelamatan Bank Century dan penyerahan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), merupakan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Keputusan Komite Koordinasi (KK) tanggal 21 November 2008. “BI melakukannya berdasar posisi CAR Century saat itu. Tapi bolongnya yang tahu Century dan LPS. Setelah diserahkan ke LPS, dia kan yang tahu bolongnya,” ujarnya.

Dengan demikian patut diduga telah terjadi konspirasi di antara petinggi LPS, BI dan para korporasi Bank Century ?. dan sepertinya otoritas KSSK hanya merestui saja, mungkinkah ada uda udang dibalik batu ?.

Berbicara saat memberikan keterangan pers di kantornya, di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (31/8), Wapres menegaskan, masalah yang lahir di tubuh Bank Century bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak. “Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia,” ujarnya.

Oleh sebab itu, kata Wapres, kasus Bank Century adalah kriminal. “Karena pemilik bank merampok banknya sendiri dan dananya dilarikan ke luar negeri. Padahal, obligasi yang diterbitkannya juga bodong atau tidak ada nilai. Seharusnya ini diawasi dengan baik dan benar oleh BI,” tegasnya lagi.

Statement Wapres Pak Kalla ini juga patut menjadi perhatian, sebagai orang yang lama berkecimpung malang melintang di dunia bisnis sebelum jadi wapres tentu banyak tau di rimba moneter Indonesia. Pernyataan ini tentu karena sikap kenegarawanan yang dimilikinya, karena sejak Pilpres usai beliau kontestan yang sudah mengucapkan selamat atas kemenangan SBY, tentu ini bukan manuver untuk memojokkan SBY.

“Menanggapi laporan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia mengenai kasus Bank Century, yang saya nilai sebagai perampokan, saya sempat meminta kepada Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia tidak berani. Alasannya, tidak ada dasar hukum,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (31/8). Kalla menggelar jumpa pers khusus menanggapi kasus Bank Century.

Karena ketidakberanian Boediono, lanjut Kalla, dirinya lantas mengambil inisiatif menginstruksikan langsung kepada Kapolri untuk menangkap Robert sebelum yang bersangkutan melarikan diri. “Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank Century adalah kasus kriminal,” ujarnya.

Pandangan SBY soal Raibnya Dana BLBI Rp 600 Triliun

KORUPSI BLBI. Melihat cara pandang SBY seperti ini, maka mustahil dana BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 600 triliun bisa kembali.

Jika untuk seorang Presiden SBY yang terpilih dua kali saja menganggap kasus BLBI terjadi karena kondisi buruk yang ada, sehingga tidak ada langkah strategis scenario penyelematan dana tersebut, lalu bagaimana Bank Century sendiri dapat diselamatkan ?.

Akhirnya kembali lagi kita harus gigit jari, dana 6,7 trilliun akan raib entah ke mana, assetnya mungkin hanya akan menjadi ibarat sejenis besi tua butut belaka selama 5 tahun ke depan.

Kemudian tahun 2013-2014 semua kembali akan terlupakan, suksesi kepemimpinan nasional jadi perbincangan, korporasi eks bank century kembali jadi donasi seperti kala ini.

Artinya kita memang manusia penuh pelupa, lalu hati kecil kita hanya mampu berucap getir, “selamat tinggal bank century ! dan para korporasinya tertawa puas di luar negeri menikmatinya ?”.



Kesimpulan dari artikel masalah perbankan menurut saya itu kasus bank century tidak akan pernah memiliki titik temu siapa dalang dari semua masalah ini, karena dalang dari semua ini menurut saya adalah para petinggi-petinggi yang ada, jadi sampai kapanpun kasus ini tidak akan pernah selesai menurut saya, sekarang ini saja kasus ini bak sudah tenggelam begitu saja